Kupas Tuntas Cepatnya Perubahan Bisnis di Indonesia
PT KONTAK PERKASA FUTURES - Keunggulan daya saing hanyalah bersifat sementara. Bila suatu unit usaha tidak mampu berubah atau menyesuaikan dengan kondisi terkini, maka besar kemungkinan untuk habis ditelan raksasa global. Demikianlah diungkapkan oleh Omar Sjawaldy Anwar, menjawab fenomena yang berkembang saat ini. Dalam contoh sederhana seperti persaingan telepon seluler (ponsel), taksi, hotel hingga kondisi yang menimpa pusat elektronik Glodok dan Mangga Dua. PT KONTAK PERKASA FUTURES - Omar mengupas fenomena tersebut dalam disertasi untuk mendapatkan gelar Doktor di Universitas Indonesia yang baru diselesaikan beberapa waktu lalu, bertajuk Temporary Competitive Advantage. Studi empiris secara komprehensif dilakukan terhadap pimpinan cabang PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Kesimpulan yang didapat bahwa keunggulan daya saing sulit untuk langgeng karena ada faktor lingkungan yang dinamis dan volatilitas tidak menentu serta faktor globalisasi yang bergejolak. Omar menegaskan perlunya transformasi bisnis. "Keunggulan daya saing itu hanya sementara, perusahaan harus mampu mengubah diri. Kalau tidak, bisa habis oleh raksasa global," kata Omar saat berbincang dengan detikFinance, Senin (17/7/2017). Managing Director and Senior Executive Advisor Nomura Indonesia ini mencontohkan persaingan dua raksasa ponsel dunia, Samsung dan Iphone. Kedua merek tersebut terus berinovasi menghasilkan produk pada rentang waktu yang sangat cepat, enam bulan sampai satu tahun. Sekarang Iphone telah hadir dengan seri 7 dan dalam waktu dekat juga akan diluncurkan seri 8. Begitu juga Samsung yang tidak lama lagi juga meluncurkan Note 8. "Perusahaan tersebut menyadari bahwa konsumen selalu membutuhkan fiture-fiture baru. Bila tidak, maka bisa beralih ke ponsel lain," jelasnya. Sulitnya menjaga daya saing juga terlihat pada taksi konvensional. Satu dekade lalu, beberapa merek taksi adalah pemegang pasar terbesar di Indonesia. Namun sejak kehadiran platform seperti Uber, Go-Jek dan Grab, pasar pun langsung beralih. Kondisi laporan keuangan Bluebird dan Express bisa menjadi bukti. Kuartal III-2016, PT Blue Bird Tbk (BIRD) mencatatkan laba periode berjalan turun 42,30% menjadi Rp 360,86 miliar dari periode sama tahun sebelumnya. Pendapatan perseroan juga turun 9,06% menjadi Rp 3,64 triliun dari periode sama tahun sebelumnya Rp 4,03 triliun. PT Express Transindo Tbk (TAXI) harus menerima rugi hingga kuartal III-2016 sebesar Rp 81,80 miliar dari periode sama sebelumnya untung Rp 11,07 miliar. Pendapatan perseroan turun 28,94% menjadi Rp 512,57 miliar. "Pimpinan perusahaan harus memikirkan daya saing sesaat agar bisa menciptakan keunggulan baru," tegasnya. Sekarang Bluebird mulai merangkul Go-Jek agar bisa ikut menikmati pasar yang ada. Airbnb.com, platform untuk pencarian sewa tempat tinggal telah berhasil memakan pasar hotel. Dalam laporan Perhimpunan Hotel Non Bintang (PHNB), hotel dengan kelas bintang satu dan non bintang mengalami penurunan tingkat okupansi sebesar 30% sejak 2015 lalu. Pusat elektronik Glodok dan Mangga Dua masuk daftar korban. Platform belanja online seperti bukalapak, OLX, dan tokopedia lebih mampu memanjakan konsumen serta pedagang untuk bertransaksi. Para pedagang tentunya tidak membutuhkan lagi lapak sebesar Glodok atau Mangga Dua untuk menjual produk. Apalagi ketika ekonomi lesu, maka efisiensi sangat dibutuhkan pedagang untuk bertahan hidup. Lewat platform online tentunya pedagang akan terhindar dari sewa tempat dan biaya-biaya reguler lainnya. "Sudah tidak eranya lagi datang ke lokasi berjam-jam hanya untuk membeli satu barang. Kan mending lewat aplikasi," terang mantan Wakil Direktur Utama PT Pertamina tersebut. Omar menekankan, bahwa fenomena ini bukan berarti pertarungan asing ataupun lokal. Banyak perusahaan lokal yang justru berkembang pesat setelah mampu memanfaatkan peluang perkembangan bisnis. Misalnya bisnis kuliner. Bila sebelumnya hanya perusahaan besar yang mampu menyediakan jasa antar makanan, sekarang juga bisa dijalankan perusahaan kecil, yaitu melalui platform Go-Food ataupun Grab Food. Ia mencontohkan Kopi Tuku. Kualitasnya bagus dengan harga yang lebih terjangkau, namun karena terbatas hanya beberapa cabang, perlu usaha lebih untuk mendapatkannya. Beda dengan Starbuck yang menyediakan lebih banyak cabang. "Sekarang saya bisa order lewat aplikasi, begitu juga dengan makanan lainnya. Siapapun sekarang yang punya masakan enak bisa menjual lewat aplikasi itu. Enggak perlu banyak cabang," paparnya. Transformasi bisnis tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan banyak negara di dunia. Amazon.com di Amerika Serikat (AS), Alibaba dan We-Chat di China, Rakuten di Jepang, Otto di Jerman dan lainnya. Meski sudah berada dalam deretan teratas, akan tetapi perusahaan tersebut terus berinovasi menciptakan keunggulan baru. Peran Pemerintah dalam Tranformasi Bisnis Peran pemerintah selaku regulator akan dituntut ketika ada transformasi bisnis, sebab ada kecenderungan regulasi selalu terlambat hadir. Seluruh dunia, menurut Omar mengalami persoalan yang hampir serupa. Misalnya persoalan taksi konvensional, karena merasa kalah saing oleh platform seperti Uber, Go-Jek dan Grab. "Regulator harus selalu mendengar masukan dari pemain dan diupayakan ada kerja sama yang terbangun oleh kedua belah pihak," imbuhnya. Dengan posisi Indonesia sebagai negara berkembang dan menuju negara dengan ekonomi terbesar nomor 7 dunia pada 2030 mendatang, pemerintah juga diharapkan lebih cepat tanggap atas perubahan yang ada. Walaupun tak dipungkiri kemungkinan salah satu pihak merugi. "Regulator kan menyediakan lapangan sekaligus menjadi wasit. Istilahnya zero some gain, itu tidak mudah memang tapi tetap harus mengambil keputusan," tandasnya.
Source : detik.com