top of page

Milenial Terancam Tak Punya Rumah


PT KONTAK PERKASA FUTURES - Tingginya harga properti saat ini membuat kaum milenial sulit memiliki rumah. Pasalnya harga rumah saat ini, khususnya di Jakarta dinilai sudah tak masuk akal. PT KONTAK PERKASA FUTURES - Hal ini tentunya harus menjadi perhatian pemerintah. Dengan jumlah milenial yang semakin banyak, maka ada potensi dalam kurun beberapa tahun ke depan bakal menjadi gelandangan. Ada beberapa solusi yang ditawarkan pemerintah, dari pusat maupun daerah. Berikut rinciannya:

Harga rumah di Jakarta saat ini rata-rata berkisar Rp 1 miliar lebih. Tingginya harga tersebut dinilai tak masuk akal oleh kaum milenial yang memiliki gaji pas-pasan. CEO Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, mengatakan nilai itu merupakan harga rumah dengan kelas cluster di Jakarta. Bila ingin mencari harga yang lebih rendah, kaum milenial hanya bisa mendapatkan rumah di pinggiran dan masuk ke gang kecil. "Kalau bicara rumah yang layak. Misalnya cluster di Jakarta itu mungkin rata-rata Rp 1 miliar lebih ya. Kalau Rp 500 jutaan mungkin ada, cuma itu di pinggiran dan masuk ke gang-gang kecil," kata Ali kepada detikFinance. Bahkan, kata Ali, kaum milenial yang memiliki penghasilan Rp 10 juta - Rp 15 juta pun belum tentu bisa memiliki rumah di Jakarta. Pilihannya, kaum milenial dapat mencari rumah murah di luar Jakarta.

Tak masuk akalnya harga rumah saat ini disebabkan dari peningkatan harga yang cukup besar setiap tahunnya. Adapun rata-peningkatan harga properti sebesar 8% setiap tahunnya. Bahkan peningkatan harga rumah lebih tinggi dibanding inflasi. "Kalau harga properti itu relatif di atas inflasi. Jadi kalau inflasinya sekarang rendah 3% sih, jadi kalau rata-rata peningkatan properti, kalau sedang normal di atas 8% - 10% setiap tahun," katanya Ali. Ali mengatakan pada dua tahun belakangan ini harga properti mengalami perlambatan. Oleh sebab itu dalam dua tahun belakangan itu harga properti hanya mengalami peningkatan sekitar 6% setiap tahunnya. Namun, bila sedang tinggi, peningkatan harga properti bisa mencapai 20% pertahunnya. Hal itu sempat terjadi pada tahun 2009 hingga 2012 lalu di mana sektor properti sedang dalam kondisi yang berkembang. "Dua tahun belakangan ini relatif di kisaran 6%-an karena ada perlambatan properti. Tapi kalau kita lihat pada 2009-2011-2012 bisa 20% kenaikannya pertahun. Itu memang makin lama makin tidak terjangkau," katanya. Bila terus mengalami perkembangan seperti itu, bukan tidak mungkin tingginya harga properti benar-benar tak bisa dijangkau oleh kaum milenial. Hunian sewa akan menjadi satu-satunya pilihan bagi kaum milenial.

Meningkatnya harga rumah tersebut berdasarkan mekanisme pasar. Dimana para pengembang juga sebisa mungkin mencari keuntungan dalam penjualan properti. "Itu mekanisme pasar. Pengembang itu cari untung mau tidak mau. Ketika dia bisa jual Rp 2 miliar kenapa harus jual Rp 1 miliar, kan begitu hitungannya," kata Ali. Ali menjelaskan, selama masih ada yang mampu untuk membeli properti dengan harga yang ditawarkan, maka pihak pengembang akan terus menaikkan harga. "Jadi dia akan naikkan terus harga propertinya sampai batas harga tertentu, selama masih ada yang beli ya dia naikkan terus. Dan itu juga akan mendongkrak harga-harga tanah di sekitarnya," jelasnya.

Kaum milenial dengan gaji kisaran Rp 7 juta hanya mampu membeli rumah seharga Rp 250 juta hingga Rp 300 jutaan. Hal itu dilihat dari kemampuan cicilannya yang sebesar 30% dari jumlah gaji dan memilih jangka waktu cicilan atau tenor yang paling lama. "Jadi kalau misalkan Rp 7,5 juta ke atas, itu cicilan bisa Rp 2,5 jutaan sepertiganya. Kalau cicilan seperti itu artinya dia bisa beli rumah yang harganya Rp 250 juta - Rp 300 jutaan," kata Ali. Rumah-rumah dengan harga seperti itu hanya bisa didapatkan di luar Jakarta. Adapun wilayah-wilayah yang masih tersedia rumah murah seperti di kawasan Bogor, Bekasi Timur, atau seperti di wilayah Balaraja. Namun, rumah-rumah tersebut masih belum banyak dilalui sarana transportasi masal. Akibatnya, milenial yang selama ini bekerja di wilayah Jakarta akan cukup kesulitan untuk bisa mencapai lokasi kerjanya. "Yang jadi masalahnya banyak rumah-rumah tersebut yang belum terkoneksi transportasi, itu yang jadi masalah," kata Ali.

Di tengah sulitnya milenial untuk memiliki rumah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memiliki program rumah tanpa uang muka atau Down Payment Rp 0. Pemprov menilai hal itu sebagai salah satu solusi agar kaum melenial untuk bisa memiliki hunian di kawasan Jakarta. "Bisa dong, (Program Dp Rp 0) itu solusi (untuk milenial punya rumah), terobosan yang sangat baik dari Pak Gubernur. DP-nya dibayarin, bunganya dibayarin, flat cicilannya," kata Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota DKI, Agustino Darmawan, saat dihubungi detikFinance. Nantinya Pemprov DKI bakal menanggung biaya uang muka 1% yang ditetapkan pada Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Selain itu, Pemprov DKI juga akan menanggung bunga dari cicilan yang dibayarkan oleh pembeli. "DP sebesar 1% itu merupakan skema FLPP, itu ditanggung pemerintah. Lalu bunga cicilannya 5% itu dibantu pemerintah, jadi dia bayarnya flat selama 20 tahun. Itu tergantung dari mekanisme, analisa misalnya mau 25 tahun atau 15 tahun, sepanjang cicilannya itu 5% itu ditanggung pemerintah," jelasnya.

Source : detik.com

Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Archive
Search By Tags
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page