Mencuil bisnis emas untuk investasi, Sampoerna Group bidik penjualan Rp 1,5 triliun
PT KP PRESS - PT Sampoerna Gold Indonesia yang merupakan anak perusahaan Sampoerna Group menyiapkan investasi Rp 500 miliar hingga Rp 1 triliun untuk ekspansi bisnis emas tahun depan. Perusahaan yang baru berdiri di awal 2019 ini memiliki fokus bisnis penjualan logam mulia bernama Waris Sampoerna. KONTAK PERKASA FUTURES - November ini, Sampoerna Gold resmi meluncurkan Waris Sampoerna yang memiliki kadar 99,99% dalam ukuran 10 gram sebagai instrumen investasi. Rencananya, di kuartal I-2020 Sampoerna Gold akan kembali merilis Waris Sampoerna dengan ukuran 1 gram, 2 gram, dan 3 gram. PT KONTAK PERKASA - CEO Sampoerna Gold John Aryananda mengungkapkan bahwa saat ini, pasar emas 60% dimanfaatkan untuk perhiasan dan sisanya 40% dimanfaatkan sebagai instrumen investasi. Dalam hal ini, Sampoerna Gold menyasar pangsa pasar investasi, khususnya untuk masyarakat kalangan kelas menengah bawah. PT KONTAK PERKASA FUTURES - "Ke depan kami juga akan menawarkan produk mulai dari 1 gram, 2 gram, 3 gram, 5 gram, 10 gram, 25 gram, 50 gram, hingga 100 gram. Untuk fase pertama kami luncurkan 10 gram dan untuk fase kedua yakni 1 gram hingga 3 gram," kata John, Senin (11/11). Dengan total investasi awal berkisar Rp 500 miliar hingga Rp 1 triliun, Sampoerna Gold menyiapkan 100 kilogram emas di fase pertama dan 100 kilogram di fase kedua. Adapun saat awal diluncurkan Senin (11/11), John mengungkapkan sebanyak 43 kg Waris Sampoerna 10 gram sudah dipesan. "Untuk tahap awal di 2020 kami harap bisa meraup omzet antara 1-2 ton penjualan atau sekitar Rp 750 miliar hingga Rp 1,5 triliun," ungkap John. Perusahaan yang mencetak emasnya sendiri ini berharap, ke depan bisa menguasai 5% pangsa pasar emas investasi. Maklumlah, saat ini sudah ada dua perusahaan yang menerbitkan emas dengan kadar 99,99% yakni PT Aneka Tambang (Antam) dan Untung Bersama Sejahtera (UBS) yang masing-masing menguasai pangsa pasar 90% dan 10%. Sementara Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengungkapkan, prospek investasi emas masih menarik dilirik saat ini. Apalagi, kekhawatiran risiko resesi, pelambatan ekonomi, dan perang dagang membuat pelaku pasar cenderung mengubah dinamika dan strategi investasi. "Secara nasional dalam setahun kenaikan harga emas mencapai 20,9% atau lebih tinggi dibandingkan instrumen investasi lain seperti valas yang hanya memberikan return sekitar 5,41% dalam setahun," jelas Bhima. Belum lagi, Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan berada di kisaran 5,1% hingga 5,2%. Artinya, dibutuhkan waktu sekitar 5 tahun ke depan untuk bisa recovery. Sehingga, tahun depan saja investasi emas memungkinkan untuk memberikan return atau imbal hasil hingga 25% hingga 28% bergantung perkembangan makroekonomi global. Pengusaha sekaligus Direktur Asiana Group Loemongga Haoemasan juga mengaku lebih gemar berinvestasi emas. Selain sikapnya yang cenderung konservatif dalam berinvestasi, istri dari Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ini mengaku emas jadi salah satu aset yang aman dari gerusan inflasi dan ketidakpastian ekonomi. "Investasi emas lebih ke stabilitas harga, kalaupun turun tidak akan terlalu dalam seperti saham dan lainnya. Saya cenderung konservatif dan untuk jangka panjang, investasi emas cenderung stabil," tandas Loemongga. Source : kontan.co.id